ATURAN PPN KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI MAKIN ADIL DAN MUDAH
Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) adalah kegiatan membuat bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Membangun bangunan untuk orang pribadi atau badan yang dilakukan oleh pihak lain yang belum dilakukan pemungutan PPN juga termasuk dalam lingkup KMS.
Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa KMS tidak mesti dibangun oleh pemiliknya sendiri namun dapat dilakukan oleh pihak lain baik itu dengan cara memperkerjakan tukang bangunan ataupun melalui jasa badan usaha sepanjang belum dipungut PPN.
Kriteria bangunan yang dikenakan PPN KMS antara lain bangunan dengan luas minimal 200 m2, baik terbuat dari kayu, beton, batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja yang penyelesaiannya dilakukan dalam satu jangka waktu sekaligus maupun dilakukan secara bertahap (jeda waktu) namun tidak lebih dari dua tahun.
Jika rencana suatu bangunan telah melebihi 200 m2, walaupun jeda waktu pembangunan melebihi dua tahun maka atas pembangunan tahap awal terutang PPN KMS, sedangkan atas kelanjutan pembangunan tahap berikutnya jika luasnya melebihi 200 m2 maka terutang PPN KMS, sedangkan jika kurang dari 200 m2 tidak terutang PPN KMS. Batasan luas bangunan minimal 200 m2 ini untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah dari pengenaan PPN KMS.
Subjek PPN KMS baik orang pribadi atau badan yang melakukan KMS di wilayah Indonesia dengan batasan dan kriteria tertentu wajib menyetor dan melaporkan PPN KMS. Subjek PPN KMS tersebut baik yang telah memiliki NPWP maupun tidak. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang KUP, disebutkan bahwa Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
Tujuan pengenaan PPN KMS disamping untuk penerimaan negara adalah untuk menciptakan keadilan. Sebagaimana diketahui bahwa setiap penyerahan kena pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) terutang PPN, termasuk penyerahan jasa pembangunan (jasa konstruksi) oleh PKP kontraktor. Dengan dikenakannya PPN KMS ini, maka dapat mereduksi ketimpangan pengenaan PPN atas penyerahan jasa konstruksi suatu bangunan antara kontraktor dengan bangunan yang dibangun sendiri oleh pemilik atau pihak lain di atas.
PPN KMS bukan merupakan jenis pajak baru namun telah dikenakan sejak 27 tahun yang lalu, tepatnya per 1 Januari 1995 berdasarkan Pasal 16 C Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Ketentuan teknis PPN KMS telah diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 595/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan PPN atas KMS yang Dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan tidak dalam Lingkungan Perusahaan atau Pekerjaan. Menteri Keuangan telah beberapa kali mengubah ketentuan teknis terkait PPN KMS, dan saat ini aturan yang berlaku adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2022 tanggal 30 Maret 2022 dan berlaku per 1 April 2022.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2022 tersebut, PPN KMS dikenakan dengan besaran tertentu, yaitu sebesar 20% x 11% x Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Setoran PPN KMS dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan. Ini berarti PPN KMS yang dibayarkan menjadi PPN Masukan yang dapat mengurangi PPN Keluaran karena bukti bayar PPN KMS merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya disamakan dengan faktur pajak.
Perlakuan ini mirip dengan pengkreditan Faktur Pajak Masukan terhadap PPN Keluaran dalam hal pembangunan dilakukan oleh PKP kontraktor, perbedaannya adalah nilai PPN yang tercantum dalam faktur pajak sebesar 11% x DPP. Dengan demikian maka PPN atas pendirian bangunan baik itu dibangunkan oleh kontraktor ataupun dibuat melalui KMS adalah sama-sama dapat dikreditkan oleh PKP. PPN KMS yang tidak dikreditkan dapat dikapitalisasi menjadi biaya perolehan bangunan sehingga dapat dibiayakan melalui penyusutan.
DPP PPN KMS terdiri dari seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pembangunan di luar biaya perolehan tanah. Biaya pembangunan antara lain dapat berupa biaya pembelian material, biaya upah tukang, biaya sewa peralatan seperti sewa molen, sewa scaffolding steger, dan sebagainya. Dalam hal pengerjaan pembangunan dilakukan secara borongan, maka DPP adalah sebesar nilai borongan bangunan tersebut. PPN KMS terutang dan wajib disetorkan ke kas negara setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya sejak pembangunan dimulai sampai dengan pembangunan selesai. Untuk kode akun pajak dan kode jenis setoran adalah 411211-103. Dalam hal jumlah PPN KMS pada suatu bulan nihil, maka dikecualikan dari kewajiban setor.
Tempat terutang PPN KMS adalah di lokasi bangunan berdiri, jika lokasi bangunan berada di wilayah kerja KPP tempat NPWP terdaftar, maka PPN KMS disetorkan dengan nama dan NPWP Pemilik. Jika lokasi bangunan tidak berada dalam wilayah kerja KPP tempat NPWP terdaftar, maka dalam pengisian bukti setoran pada kolom NPWP untuk kode KPP diisi dengan kode KPP lokasi bangunan, selebihnya cukup diisi dengan angka “0” (nol). Dalam kolom identitas nama penyetor diisi dengan nama dan NPWP penyetor, sedangkan alamat diisi alamat lokasi bangunan.
Sebagai contoh Tuan Ali Topan terdaftar di KPP Pratama Pangkalanbun dengan NPWP 57.456.789.0-713.000 dengan alamat Jl. Iskandar nomor 45, Pangkalan Bun, sedangkan lokasi bangunan berada di Jl. Medang Kamulan nomor 5, Borobudur, Magelang, maka dalam mengisi bukti setoran pada kolom NPWP diisi “00.000.000.0-524.000” (kode KPP Pratama Magelang adalah 524), kolom nama diisi “Ali Topan/ NPWP.57.456.789.0-713.000” dan kolom alamat diisi “Jl. Medang Kamulan nomor 5, Borobudur, Magelang”.
Untuk setoran PPN KMS ini, Tuan Ali Topan tidak perlu mendaftarkan NPWP lagi di KPP Pratama Magelang. Bagi subjek pajak yang belum memiliki NPWP, maka cara pengisiannya sama sama seperti cara mengisi setoran untuk lokasi bangunan yang tidak berada dalam wilayah kerja KPP tempat NPWP terdaftar namun pada kolom nama diisi dengan nama penyetor saja tanpa NPWP.
Demikian uraian singkat ini semoga dapat menambah pemahaman tentang PPN KMS. Akhirnya semua dikembalikan kepada calon pemilik bangunan apakah akan menggunakan jasa kontraktor atau memilih membangun sendiri.
Komentar Anda