Contact Whatsapp085210254902

1. CTTOR Analysis as a Trigger for Tax Audits

Ditulis oleh Administrator pada Selasa, 16 September 2025 | Dilihat 146kali
1. CTTOR Analysis as a Trigger for Tax Audits

The DGT closely monitors taxpayers through financial ratio analysis, with CTTOR (Cost to Turnover Ratio) being one of the most important benchmarks. When a company’s CTTOR significantly deviates from industry averages, the DGT often issues SP2DK (Request for Clarification Letter). If the response is unsatisfactory, this may escalate into a tax audit.

Case Study:
A large manufacturing company reported revenue of IDR 1.2 trillion and costs of IDR 700 billion, resulting in a CTTOR of 58%. Industry benchmarks for similar businesses stood at 75–80%. The DGT suspected unreported costs or overstated profits and issued an SP2DK. Further clarification revealed that the company used overseas contract manufacturing, which excluded certain costs from local reporting. Without proper advisory, this could have escalated into a full audit with potential adjustments worth tens of billions.

Lesson: Large corporations with complex structures must prepare robust documentation and industry-based justification. Rahayu & Partner assists clients in preparing professional clarifications, reducing audit risks significantly

Artikel Indonesia

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara aktif menggunakan analisa rasio keuangan untuk mengawasi wajib pajak. Salah satu rasio yang sering menjadi sorotan adalah CTTOR (Cost to Turnover Ratio). Rasio ini membandingkan total biaya dengan omzet, sehingga memberikan gambaran efisiensi dan kewajaran profitabilitas perusahaan.

Jika rasio CTTOR suatu perusahaan berbeda jauh dari standar industri, DJP biasanya menerbitkan SP2DK untuk meminta klarifikasi. Apabila jawaban tidak meyakinkan, kasus dapat meningkat ke pemeriksaan pajak.

Studi Kasus:
Sebuah perusahaan manufaktur skala besar melaporkan omzet Rp 1,2 triliun dengan biaya Rp 700 miliar. CTTOR yang tercatat adalah 58%, sementara rata-rata industri sejenis mencapai 75–80%. DJP mencurigai adanya biaya yang tidak tercatat atau laba yang dilaporkan terlalu tinggi. SP2DK diterbitkan. Setelah klarifikasi, ditemukan bahwa perusahaan menggunakan sistem kontrak produksi di luar negeri, sehingga biaya tertentu tidak masuk laporan domestik. Tanpa pendampingan konsultan, kondisi ini bisa berlanjut ke pemeriksaan dengan risiko koreksi puluhan miliar.

Pelajaran: perusahaan besar dengan struktur bisnis kompleks harus menyiapkan argumentasi dan dokumentasi yang kuat. Rahayu & Partner mendampingi klien menyusun klarifikasi berbasis data industri sehingga DJP menerima penjelasan dengan baik.

Share this:

Komentar Anda

Jadilah yang pertama dalam memberi komentar pada berita / artikel ini
Silahkan Login atau Daftar untuk mengirim komentar
Disclaimer

Member Menu

Tentang Kami

Director of  Rahayu & Partner  (A brand of CV. Rahayu Damanik Consulting, Indonesia) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Welcome to  Rahayu & Partner , the ... Lihat selengkapnya
  • Alamat Kami:
    Cibinong
  • 085210254902 (Telkomsel ) 087874236215 (XL)
  • konsultanpajakrahayu1@gmail.com
Developed by Naevaweb.com