
Dalam dunia bisnis lintas negara, transfer pricing menjadi salah satu isu perpajakan yang paling krusial. Istilah ini sering terdengar rumit, padahal konsep dasarnya sederhana: bagaimana perusahaan dalam satu grup menentukan harga transaksi antar entitas — misalnya antara kantor pusat di luar negeri dan anak perusahaan di Indonesia.
Namun, karena transaksi ini terjadi antar pihak yang memiliki hubungan istimewa (related parties), maka penentuan harga harus wajar. Artinya, harga yang digunakan harus sama seperti harga yang akan diterapkan jika transaksi dilakukan dengan pihak independen.
Mengapa Transfer Pricing Menjadi Fokus Pemeriksa Pajak
Otoritas pajak di Indonesia kini semakin cermat dalam menelusuri transaksi lintas negara. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kerja sama pertukaran informasi antarnegara (Automatic Exchange of Information – AEOI) dan sistem CoreTax yang memungkinkan analisis data lintas SPT, laporan keuangan, dan data kepabeanan.
Contoh kasus:
Sebuah perusahaan multinasional di bidang elektronik pernah menghadapi koreksi besar karena menjual barang ke kantor pusat di luar negeri dengan harga lebih rendah dari harga pasar lokal. Otoritas pajak menilai bahwa harga jual tersebut tidak wajar (non-arm’s length), sehingga dilakukan koreksi atas laba perusahaan di Indonesia.
Komponen Utama dalam Transfer Pricing Documentation (TP Doc)
Untuk meminimalkan risiko koreksi, setiap perusahaan dengan transaksi afiliasi wajib memiliki dokumen transfer pricing. Dokumen ini berfungsi menjelaskan dasar penentuan harga dan membuktikan bahwa transaksi dilakukan sesuai prinsip kewajaran.
Ada tiga tingkat dokumentasi utama:
Local File
Berisi analisis transaksi yang dilakukan oleh entitas di Indonesia dengan pihak afiliasi.
→ Contohnya: pembelian bahan baku dari perusahaan induk, pembayaran royalty fee, atau management fee.
Master File
Menjelaskan struktur grup secara global: model bisnis, pembagian fungsi dan risiko antar entitas, serta kebijakan transfer pricing yang berlaku di seluruh grup.
Country-by-Country Report (CbCR)
Menyajikan informasi keuangan global grup perusahaan berdasarkan negara, termasuk pendapatan, laba sebelum pajak, dan jumlah karyawan.
CbCR ini wajib disiapkan oleh grup dengan konsolidasi pendapatan di atas Rp11 triliun, sesuai PMK No. 213/PMK.03/2016.
Langkah-langkah Menyusun Transfer Pricing Documentation yang Efektif
1. Identifikasi Transaksi Afiliasi
Mulailah dengan pemetaan seluruh pihak afiliasi, baik di dalam maupun luar negeri. Banyak perusahaan lupa bahwa transaksi non-keuangan seperti sharing staff atau technical support juga termasuk transaksi afiliasi.
Contoh:
Jika perusahaan di Indonesia menerima bantuan teknis dari tim IT kantor pusat tanpa kontrak tertulis, biaya tersebut tetap dapat dianggap sebagai intercompany service dan perlu dijelaskan dalam dokumen TP.
2. Analisis Fungsional (FAR Analysis)
Analisis ini membedah tiga aspek utama:
Function (fungsi) yang dilakukan oleh tiap entitas,
Assets (aset) yang digunakan, dan
Risks (risiko) yang ditanggung.
Contoh:
Perusahaan distribusi di Indonesia hanya berfungsi menjual barang dari kantor pusat tanpa mengembangkan produk sendiri, sehingga margin keuntungannya wajar jika lebih kecil dibanding entitas yang memproduksi.
3. Pembanding yang Wajar (Comparable Analysis)
Perusahaan harus mencari data pembanding eksternal yang menunjukkan bahwa margin laba mereka wajar. Ini biasanya dilakukan dengan menggunakan basis data komersial seperti Orbis atau RoyaltyStat.
4. Konsistensi Data dengan Laporan Keuangan dan SPT
Semua angka yang digunakan di dokumen TP harus sama dengan angka di laporan keuangan dan SPT Tahunan Badan.
Banyak perusahaan asing mendapat koreksi hanya karena perbedaan angka antara TP Doc dan SPT.
Konsekuensi Jika Tidak Memiliki TP Documentation
Jika perusahaan tidak menyusun dokumentasi ini, otoritas pajak berhak:
Menganggap transaksi tidak wajar dan melakukan koreksi laba,
Menetapkan arm’s length price secara sepihak,
Menerapkan sanksi bunga dan denda hingga 50% dari pajak yang kurang dibayar.
Contoh nyata:
Sebuah perusahaan konsultan asing di Jakarta pernah menerima surat pemeriksaan karena membayar management fee ke induk perusahaan di Singapura tanpa dokumen pendukung. Akibatnya, biaya tersebut ditolak sebagai pengurang pajak, dan perusahaan harus membayar koreksi ratusan juta rupiah.
Manfaat Strategis dari Transfer Pricing yang Tertib
Mengurangi Risiko Pemeriksaan Pajak
Dokumentasi yang lengkap menunjukkan niat baik perusahaan dan mempermudah komunikasi dengan otoritas pajak.
Memberi Kepastian Bagi Investor
Investor lebih percaya kepada perusahaan yang memiliki sistem pelaporan pajak transparan dan konsisten.
Meningkatkan Efisiensi Global
Dengan kebijakan transfer pricing yang jelas, setiap entitas dalam grup dapat beroperasi dengan pembagian peran dan tanggung jawab yang adil.
Kesimpulan
Transfer pricing bukan hanya urusan teknis pajak — ini adalah bagian dari strategi korporasi global. Dengan dokumentasi yang tepat, perusahaan dapat membuktikan kewajaran transaksi sekaligus menjaga reputasi di mata fiskus dan pemegang saham.
Rahayu & Partner siap membantu perusahaan Anda dalam menyusun dan meninjau dokumentasi transfer pricing, memastikan setiap transaksi antar entitas tetap transparan, wajar, dan sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia.
Kami tidak hanya membantu Anda memenuhi kewajiban pajak, tetapi juga membangun sistem perpajakan yang mendukung pertumbuhan bisnis jangka panjang
Komentar Anda