
Dalam dunia usaha global, transfer pricing menjadi salah satu isu paling sensitif dan diawasi ketat oleh otoritas pajak di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Bagi perusahaan multinasional, transfer pricing bukanlah hal yang bisa dihindari — karena transaksi antar perusahaan dalam satu grup (intra-group transaction) adalah hal wajar. Namun, yang menjadi perhatian adalah apakah nilai transaksi tersebut wajar dan mencerminkan harga pasar (arm’s length principle).
Mengapa Transfer Pricing Itu Penting
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kini menjadikan transfer pricing sebagai salah satu fokus pemeriksaan, karena potensi pengalihan laba (profit shifting) antar negara bisa menimbulkan kerugian bagi penerimaan pajak Indonesia.
Sejak terbitnya PMK Nomor 213/PMK.03/2016, perusahaan yang memiliki transaksi afiliasi wajib menyusun dokumentasi transfer pricing (TP Doc) yang terdiri dari:
Master File,
Local File, dan
Country-by-Country Report (CbCR) bagi grup usaha dengan omzet global tertentu.
Tujuannya jelas: memberikan transparansi dan bukti bahwa harga transaksi antar entitas grup ditetapkan secara wajar.
Isi Utama dalam Dokumentasi Transfer Pricing
Master File
Berisi gambaran umum grup usaha secara global — struktur kepemilikan, aktivitas bisnis, kebijakan harga transfer, hingga lokasi aset tidak berwujud (intangible assets) seperti merek dan teknologi.
Local File
Berisi data spesifik perusahaan di Indonesia: profil perusahaan, transaksi dengan pihak afiliasi, analisis fungsi, risiko, serta analisis kewajaran harga (comparability analysis).
CbCR (Country-by-Country Report)
Diperlukan untuk grup usaha dengan omzet konsolidasi global di atas Rp 11 triliun, berisi ringkasan alokasi pendapatan, laba, dan pajak di setiap negara tempat grup beroperasi.
Contoh Kasus: Ketidakwajaran Biaya Management Fee
Misalkan sebuah perusahaan manufaktur di Indonesia merupakan anak perusahaan dari grup di Singapura.
Setiap tahun, perusahaan ini membayar management fee sebesar 5% dari total omzet kepada kantor pusat sebagai kompensasi atas jasa manajemen dan pelatihan.
Namun, saat pemeriksaan pajak, DJP meminta bukti konkret:
Apakah jasa manajemen benar-benar diberikan?
Siapa yang memberikan jasa tersebut?
Apakah tarif 5% itu wajar dibanding perusahaan sejenis?
Perusahaan gagal menunjukkan laporan kegiatan dan bukti manfaat yang diterima. Akibatnya, biaya tersebut dianggap tidak memenuhi prinsip kewajaran dan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, sehingga menimbulkan koreksi pajak yang cukup besar.
Contoh ini menunjukkan bahwa tanpa dokumentasi transfer pricing yang kuat, biaya yang sah pun bisa dianggap tidak wajar.
Langkah-langkah Menyusun Dokumentasi Transfer Pricing yang Efektif
1. Identifikasi Transaksi Afiliasi Sejak Awal
Perusahaan harus memahami dulu jenis transaksi yang dikategorikan sebagai affiliated transaction: pembelian bahan baku dari perusahaan grup, pembayaran royalti, pinjaman antar entitas, hingga jasa manajemen.
Contoh:
PT XYZ Indonesia membeli bahan baku dari kantor pusat di Korea Selatan. Maka harga pembelian tersebut harus dibandingkan dengan harga pasar barang sejenis (menggunakan metode CUP — Comparable Uncontrolled Price).
2. Gunakan Metode Analisis yang Tepat
OECD dan peraturan Indonesia mengenal beberapa metode penentuan harga wajar, seperti:
CUP (Comparable Uncontrolled Price),
Resale Price Method,
Cost Plus Method,
Transactional Net Margin Method (TNMM), dan
Profit Split Method.
Pemilihan metode harus disesuaikan dengan karakter transaksi. Misalnya, jika sulit menemukan pembanding eksternal, TNMM bisa digunakan dengan membandingkan margin laba bersih perusahaan dengan perusahaan independen sejenis.
3. Dokumentasikan Secara Lengkap dan Terukur
Setiap analisis harus didukung data yang konkret: laporan keuangan, kontrak, invoice, dan bukti korespondensi.
Jangan menunggu pemeriksaan baru menyiapkan dokumen, karena penyusunan TP Doc memerlukan waktu dan data lintas departemen.
4. Perbaharui Dokumen Setiap Tahun
Peraturan mewajibkan bahwa dokumentasi transfer pricing harus tersedia paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak, dan diperbarui sesuai perkembangan transaksi atau perubahan struktur usaha.
Manfaat Penerapan Transfer Pricing yang Baik
Menghindari Koreksi Pajak yang Tidak Perlu
Dengan dokumentasi lengkap, perusahaan dapat membuktikan kewajaran transaksi dan mengurangi risiko sengketa.
Meningkatkan Transparansi dan Kepercayaan
Investor dan regulator akan lebih percaya kepada perusahaan yang terbuka dan teratur dalam pelaporan antar entitas.
Mendukung Kepastian Hukum dan Bisnis
Perusahaan dapat merencanakan strategi investasi dan harga jual dengan lebih stabil karena tidak ada risiko pajak yang tidak terduga.
Kesimpulan
Transfer pricing bukanlah semata kewajiban administratif, tetapi alat penting dalam tata kelola pajak global yang sehat.
Perusahaan multinasional yang memiliki dokumentasi transfer pricing lengkap menunjukkan komitmen pada transparansi, kepatuhan, dan keadilan fiskal.
Di Rahayu & Partner, kami memahami bahwa setiap bisnis memiliki kompleksitas tersendiri.
Kami membantu perusahaan asing maupun lokal dalam:
Menyusun dokumentasi transfer pricing sesuai PMK 213,
Melakukan benchmarking analysis,
Hingga pendampingan selama pemeriksaan pajak atau sengketa transfer pricing.
Dengan pendekatan strategis dan analisis yang akurat, kami memastikan setiap transaksi antar entitas tetap efisien, patuh, dan terpercaya.
Komentar Anda