- Perbedaan Metode penentuan Harga Pokok
Menurut Akuntansi penentuan Harga Pokok tergantung kebijakan manajemen dengan melihat jenis usaha dan tujuan pelaporan.
Metode penilaian Harga Pokok menurut akuntansi pada umumnya menggunakan metode LOCOM, LIFO, FIFO, dan Averange. Sedangkan menurut perpajakan penghitungan Harga Pokok hanya dapat diperkenankan dengan menggunakan dua metode yaitu : FIFO dan Averange.
Penghitungan Harga Pokok Penjualan menurut Perpajakan
- Untuk Jenis Usaha Jasa
- Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau faasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karen pesanan atau permintaaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. (Pasal 1 Angka 5 UU No. 18 tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM).
- HPP yang terkait dengan usaha jasa adalah HPP yang berkaitan langsung dengan kegiatan memperoleh pendapatan, contoh : Usaha Jasa Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), dalam hal ini yang menjadi HPP angkutan ekspedisi , biaya pekerja langsung, dll.
- Untuk Jenis Usaha Perdagangan :
- Perdagangan adalah setiap kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya. (Pasal 1 Angka 12 UU PPN dan PPnBM).
- HPP untuk usaha dagang dalah sebagai berikut :
Persediaan Awal tahunRp.xx
Pembelian selama setahunRp. xx +
Tersedia untuk dijualRp.xx
Persediaan akhir tahunRp. xx –
Harga Pokok Penjualan setahunRp.xx
- Persediaan dan pemakaian persediaaan dinilai berdasarkan harga perolehan yang dihitung secara rata-rata tertimbang atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapaat pertama (FIFO) Pasal 10 ayat 6 Undang-undang Pajak Penghasilan.
- Jumlah pembeli adalah nilai pembeli setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai dan rabat dalam tahun pajak yang bersangkutan.
- Untuk Jenis Usaha Industri
- Industri adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru. (Pasal 1 Angka 16 UU PPN dan PPnBM).
- HPP untuk usaha Industri adalah sebagai berikut :
Bahan baku Bahan Pembantu Jumlah
Persediaan Awal tahun Rp. x Rp. x Rp. x
Pembelian selama setahun Rp. x +Rp. x + Rp. x +
Tersedia untuk diproses Rp. X Rp. X Rp. x
Persdiaan Akhir Tahun Rp. x -Rp. x - Rp. x –
Pemakaian bahan dllm proses Rp. X Rp. X Rp. x
Gaji / upah pekerja langsung Rp. x
Factory overhead (Biaya Pabrikasi) Rp. x +
Biaya yang berhubungan dengan proses produksi Rp. x
Barang dalam pengerjaan awal tahun (WIP awal) Rp. x +
Barang dalam pengerjaan akhir tahun (WIP akhir) Rp. x -
Harga Pokok Produksi (barang jadi selesai proses) Rp. x
Persediaan barang jadi awal tahun Rp. x +
Persediaan barang jadi akhir tahun Rp. x –
Harga Pokok Penjualan Rp. x
- Persediaan dan pemakaian persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan yang dihitung secara rata-rata tertimbang atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama (FIFO) Pasal 10 ayat 6 Undang-undang Pajak Penghasilan.
- Jumlah pembelian adalah nilai pembelian setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai dan rabat dalam tahun pajak yang bersangkutan.
- Gaji dan Upah pekerja langsung, biaya ini berkaitan dengan kegiatan proses produksi, misalnya tenaga penyampur zat pewarna untuk Industri cat, Untuk industri elektronik tenga perakit dll.
- Factory Over head (Biaya Pabrikasi)
Biaya ini terkait dengan proses mengolah barang menjadi barang jadi, contohnya biayaa listrik di Pabrik, biaya BBM (Solar) di Pabrik, biaya penyusutan aktiva berupa mesin dan bangunan untuk pabrik, dll.
- Metode yang digunakan pajak dalam menghitung persediaan adalah FIFO dan Averange (Pasal 10 ayat 6 UU PPh).
Pada umumnya terdapat 3 golongan persediaan :
- Barang jadi atau barang dagangan;
- Barang dalam produksi;
- Bahan baku dan bahan pembantu;
Penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan (Historical Cost). Penilaian pemakian persediaan untuk menghitung harga pokok hanyaa boleh dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama. Sesuai kelaziman, cara penilaian tersebut juga diberlakukan terhadap sekuritas.
- Contoh soal penilaian pemakaian persediaan :
- Persediaan awal 100 unit, per unit Rp. 1.000.000
- Pembelian 5 Januari 200 unit, per unit Rp. 2.000.000
- Pembelian 10 Januari300 unit, per unit Rp. 3.000.000
- Penjualan 15 Januari 400 unit, per unit Rp 4.000.000
Metode FIFO (First In First Out)
- Penjualan Rp. 1.600.000.000
Hpp adalah sebagai berikut :
Diambil persediaan Awal 100 unitx Rp.1.000.000 = Rp. 100.000.000
Diambil pembelian 5 Jan 200 unit x Rp.2.000.000 = Rp. 400.000.000
Diambil pembelian 10 Jan 100 unit x Rp.3.000.000 = Rp. 300.000.000
Total terjual 400 unit dengan HPP = Rp. 800.000.000
Dengan demikian laba kantor adalah Rp. 800.000.000
Persediaan awal Rp.100.000.000
Pembelian Rp. 1.300.000.000
Persediaan untuk dijual Rp. 1.400.000.000
Persediaan Akhir (600 unit – 400 unit) *) Rp. 600.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp. 800.000.000
Keternagn
Persediaan akhir *) 200 unit (sisa setelah terjual) x Rp. 3.000.000/unit
Metode Rata-rata tertimbang (Averange)
Penjualan Rp. 1.600.000.000
HPP adalah sebagai berikut :
Diambil persediaan sampai barang terjual yaitu 600 unit
Dengan harga rata-rata per unit adalah Rp. 2.333.333,33, total terjual 400 unit
Sehingga HPP 400 unit x Rp. 2.333.333,33 Rp. 933.333.333
Dengan demikian Laba Kator adalah Rp. 666.666.667
Sekali Wajib Pajak memilih salah satu cara penilaian pemakaian persediaan untuk perhitungan harga pokok tersebut, maka untuk tahun-tahun selanjutnya harus digunakan cara yang sama. (Pasal 28 ayat 5 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Namun apabila WP memperoleh persetujuan Dirjen Pajak, maka dapat merubah metode cara penilaian FIFO atau Average.
Komentar Anda