Dalam konteks hukum pidana, terdapat tindak kejahatan yang muncul karena kesengajaan, yaitu keinginan untuk melanggar atau tidak mematuhi peraturan undang-undang (UU). Hal ini juga berlaku dalam kasus pidana perpajakan. Secara formal, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan definisi atau batasan mengenai kesengajaan. Namun, dalam KUHP Belanda Memory Van Toelichting, kesengajaan diartikan sebagai menghendaki dan mengetahui atau "willen en wetens."
Dalam konteks tindak pidana perpajakan, kejahatan dapat timbul akibat niat (mens rea) pelaku, baik itu kealpaan maupun kesengajaan. Regulasi terkait tindak pidana perpajakan karena kesengajaan terdapat dalam Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), UU Bea Meterai, serta UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).
Dalam UU KUP, tindak pidana perpajakan karena kesengajaan diatur dalam beberapa pasal, seperti Pasal 39, Pasal 39A, Pasal 41 ayat (2), Pasal 41A, Pasal 41B, dan Pasal 41C. Subjek dari tindak pidana perpajakan tersebut mencakup "setiap orang," dan penjelasan lebih lanjut terkait subjek ini dapat ditemukan dalam Pasal 43 UU KUP.
Terdapat sembilan jenis tindak pidana perpajakan yang diatur dalam Pasal 39 UU KUP, antara lain:
1. Sengaja tidak mendaftarkan diri atau tidak melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP.
2. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengukuhan PKP.
3. Sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan.
4. Sengaja menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
5. Sengaja menolak pemeriksaan.
6. Sengaja memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu.
7. Wajib pajak sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia.
8. Sengaja tidak menyimpan catatan yang menjadi dasar pembukuan.
9. Sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut.
Sanksi yang dapat dikenakan terdiri dari pidana penjara dan denda, dan keduanya dapat dijatuhkan secara kumulatif. Pasal 39 UU KUP memberikan rentang pidana penjara antara 6 bulan hingga 6 tahun, sedangkan denda minimal 2 kali hingga maksimal 4 kali dari jumlah pajak yang terutang atau kurang bayar. Hal yang serupa berlaku untuk restitusi atau kompensasi dan pengkreditan yang dilakukan.
Meskipun UU ini telah diubah menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HUP, ketentuan yang tertera dalam Pasal 39 UU KUP tidak mengalami perubahan.
Untuk konten edukasi perpajakan lainnya kalian bisa kunjungi link dibawah ini
https://youtube.com/@setianingrahayu2523?si=6zkwXhPGbEBC8tVU
Komentar Anda