Contact Whatsapp085210254902

Penyidikan Cukai Dihentikan, Barang Sitaan Bisa Jadi BMN

Ditulis oleh Administrator pada Kamis, 30 November 2023 | Dilihat 538kali
Penyidikan Cukai Dihentikan, Barang Sitaan Bisa Jadi BMN

Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk menetapkan barang kena cukai (BKC) dan barang terkait tindak pidana yang mengalami penghentian penyidikan sebagai barang milik negara (BMN). Proses penentuan BKC sebagai BMN dimulai dengan penerbitan keputusan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2023, penetapan tersebut dilakukan dalam waktu maksimal 5 hari sejak tanggal diterimanya keputusan dari jaksa agung atau pejabat yang ditunjuk mengenai penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai demi kepentingan penerimaan negara.

Selain BKC, menteri atau pejabat yang ditunjuk juga memiliki wewenang untuk menetapkan barang lain yang terkait dengan tindak pidana sebagai BMN. Barang lain tersebut meliputi sarana pengangkut, peralatan komunikasi, media atau tempat penyimpanan, dokumen, surat, atau benda lain yang terkait dengan tindak pidana di bidang cukai.

Sebagai contoh, barang terkait tindak pidana di bidang cukai mencakup mesin pembuat BKC, mesin pengemas BKC, kemasan BKC, pita cukai, atau tanda pelunasan cukai lainnya. Untuk menetapkan barang lain sebagai BMN, menteri atau pejabat yang ditunjuk harus membuktikan bahwa barang tersebut merupakan milik tersangka dan telah disita oleh penyidik.

Apabila barang lain tidak ditetapkan sebagai BMN, barang tersebut harus dikembalikan kepada pihak yang menjadi objek penyitaan atau kepada pihak yang berhak. Rincian lebih lanjut tentang penyelesaian BMN yang berasal dari tindak pidana di bidang cukai setelah penghentian penyidikan akan diatur melalui peraturan mentri keuangan (PMK).

Perlu dicatat, PP 54/2023 merupakan peraturan turunan yang bertujuan untuk melaksanakan ketentuan penghentian penyidikan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Cukai sejalan dengan Undang-Undang Hukum Pidana Pajak (HPP).

Dalam penjelasan PP 54/2023, pemerintah menekankan bahwa pengenaan sanksi pidana seharusnya menjadi opsi terakhir dalam penegakan hukum di bidang cukai. Denda dianggap lebih efektif untuk mencapai efek jera daripada sanksi pidana. Meskipun demikian, selama ini pelanggaran yang melalui proses penyidikan belum memberikan efek jera yang memadai. PP 54/2023 diterapkan untuk menerapkan konsep ultimum remedium, yang mencerminkan pendekatan hukum restoratif yang lebih objektif.

Dalam Pasal 2 PP 54/2023, dijelaskan bahwa menteri keuangan, jaksa agung, atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang cukai dalam waktu maksimal 6 bulan sejak tanggal surat permintaan. Penghentian penyidikan dilakukan setelah tersangka membayar sanksi denda sebesar 4 kali lipat dan nilai cukai yang seharusnya dibayarkan.

Untuk konten edukasi perpajakan lainnya kalian bisa kunjungi link dibawah ini
https://youtube.com/@setianingrahayu2523?si=6zkwXhPGbEBC8tVU

Share this:

Komentar Anda

Jadilah yang pertama dalam memberi komentar pada berita / artikel ini
Silahkan Login atau Daftar untuk mengirim komentar
Disclaimer

Member Menu

Tentang Kami

Director of  Rahayu & Partner  (A brand of CV. Rahayu Damanik Consulting, Indonesia) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Welcome to  Rahayu & Partner , the ... Lihat selengkapnya
  • Alamat Kami:
    Cibinong
  • 085210254902 (Telkomsel ) 087874236215 (XL)
  • konsultanpajakrahayu1@gmail.com
Developed by Naevaweb.com