Contact Whatsapp085210254902

Pengertian Tindak Pidana Perpajakan dan Unsur Pembentuknya

Ditulis oleh Administrator pada Rabu, 22 November 2023 | Dilihat 509kali
Pengertian Tindak Pidana Perpajakan dan Unsur Pembentuknya

Dalam sistem perpajakan Indonesia, pelanggaran terhadap aturan pajak dapat mengakibatkan penerapan sanksi pidana sesuai dengan Undang-undang (UU) perpajakan. Konsep tindak pidana perpajakan ini sebenarnya diadopsi dari istilah "strafbaar feit" dalam Wetboek van Strafrecht Belanda yang kemudian disesuaikan dengan konteks Indonesia melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Secara umum, hukum yang mengatur tindak pidana diatur dalam KUHP. Namun, untuk tindak pidana perpajakan, prinsip lex specialis derogat legi generalis diterapkan, di mana ketentuan khusus mengesampingkan ketentuan umum. Oleh karena itu, regulasi mengenai tindak pidana perpajakan diatur secara khusus dalam UU Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan atau UU KUP, terutama dalam Bab VIII UU KUP. Selain itu, ketentuan pidana perpajakan juga terdapat dalam hukum pajak material, seperti UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), UU Bea Meterai, dan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).

Definisi tindak pidana perpajakan, meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam UU KUP atau hukum pajak material, dapat ditemukan dalam UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, khususnya dalam penjelasan Pasal 33 ayat (3). Penjelasan tersebut menyebutkan bahwa tindak pidana perpajakan melibatkan informasi yang tidak benar dalam laporan terkait pemungutan pajak, yang dapat menimbulkan kerugian pada negara.

Unsur pembentuk tindak pidana perpajakan dapat diuraikan melalui empat elemen utama, yang ditemukan dalam ketentuan hukum perpajakan, seperti yang dikutip dari pajak.go.id:

1. Unsur Subjek:

Pelaku tindak pidana perpajakan dapat berupa setiap orang, termasuk wakil, kuasa, atau pegawai dari wajib pajak, atau pihak lain yang terlibat dalam melakukan tindak pidana perpajakan.

2. Unsur Perbuatan:

Tindak pidana perpajakan melibatkan perbuatan yang diatur dalam UU KUP, UU PBB, UU Bea Meterai, dan UU PPSP. Pasal-pasal yang merinci perbuatan pidana dan sanksinya dapat ditemukan dalam berbagai pasal, seperti Pasal 38, 39, 39A, 41A, 41B, 41C, dan 43 UU KUP, serta pasal-pasal yang setara dalam UU PBB, UU Bea Meterai, dan UU PPSP.

3. Unsur Akibat:

Perbuatan pidana perpajakan memiliki konsekuensi berupa terjadinya kerugian pada pendapatan negara. Hal ini jelas diuraikan dalam pasal-pasal tertentu, seperti Pasal 38 UU KUP.

4. Unsur Kesalahan:

Kesalahan, atau mens rea, melibatkan niat pelaku, baik itu berupa kealpaan (culpa) maupun kesengajaan (dolus). UU perpajakan mengenal dua bentuk kesalahan, yaitu kealpaan dan kesengajaan. Contohnya, Pasal 38 UU KUP menggambarkan kesalahan kealpaan.

Dalam penanganan pelanggaran perpajakan, penyidik dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan penyidikan untuk mencari dan mengumpulkan bukti. Proses penyidikan ini bertujuan untuk memperjelas tindak pidana perpajakan yang terjadi dan menemukan tersangka. Apabila berkas perkara dianggap lengkap oleh Jaksa, proses selanjutnya adalah pelimpahan kewenangan atas berkas perkara, tersangka, dan barang bukti ke pengadilan.

Untuk konten edukasi perpajakan lainnya kalian bisa kunjungi link dibawah ini

https://youtube.com/@setianingrahayu2523?si=6zkwXhPGbEBC8tVU

Share this:

Komentar Anda

Jadilah yang pertama dalam memberi komentar pada berita / artikel ini
Silahkan Login atau Daftar untuk mengirim komentar
Disclaimer

Member Menu

Tentang Kami

Welcome Message Director of Rahayu & Partner (SRP) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, It is with deep gratitude and a steadfast commitment to integrity that ... Lihat selengkapnya
  • Alamat Kami:
    Cibinong
  • 085210254902 (Telkomsel ) 087874236215 (XL)
  • konsultanpajakrahayu1@gmail.com
Developed by Naevaweb.com