
Artikel Indonesia
Pemberian fasilitas karyawan seringkali menimbulkan perbedaan tafsir pajak. Beberapa perusahaan menganggap fasilitas sebagai biaya, sementara DJP menganggapnya sebagai penghasilan karyawan yang wajib dipotong PPh 21.
Studi Kasus:
Sebuah bank nasional menyediakan fasilitas rumah dinas dan mobil untuk 200 eksekutif. Dalam laporan perusahaan, fasilitas tersebut dibukukan sebagai biaya operasional. Namun, DJP saat pemeriksaan menganggap fasilitas ini adalah penghasilan natura, sehingga harus dikenai PPh 21. Akibatnya, perusahaan dikenakan koreksi PPh 21 sebesar Rp 95 miliar.
Pelajaran: HRD dan pajak perusahaan harus memahami perlakuan pajak terbaru atas natura. Rahayu & Partner membantu menyusun kebijakan kompensasi yang sesuai aturan agar tidak memicu koreksi.
English Version
Employee perks often create tax interpretation issues. While companies may treat them as business expenses, the DGT may classify them as employee income subject to PPh 21.
Case Study:
A major national bank provided housing and cars to 200 executives. The company recorded these as operational expenses. However, during the audit, the DGT reclassified them as taxable fringe benefits subject to PPh 21. This resulted in a tax adjustment of IDR 95 billion.
Lesson: HR and tax teams must stay updated on the latest rules for benefits-in-kind. Rahayu & Partner helps companies design compliant compensation policies to avoid disputes.
Komentar Anda