Apple telah diperintahkan oleh pengadilan tinggi Eropa untuk membayar pajak yang tertunggak sebesar 13 miliar euro, atau sekitar Rp 221,19 triliun (dengan asumsi kurs 17.015 euro terhadap rupiah), kepada pemerintah Irlandia. Perintah ini merupakan puncak dari perselisihan yang telah berlangsung selama delapan tahun. Pada 2016, Komisi Eropa menuduh Irlandia memberikan keuntungan pajak ilegal kepada Apple. Namun, pemerintah Irlandia membantah tuduhan tersebut. Mengutip dari BBC pada Jumat (13/9/2024), Irlandia menyatakan bahwa kebijakan tersebut membantu menarik perusahaan besar ke negaranya, namun demikian, Irlandia tetap akan mematuhi putusan pengadilan.
Di pihak lain, Apple merasa kecewa dengan keputusan tersebut. Mereka berpendapat bahwa masalah ini bukan soal berapa banyak pajak yang mereka bayarkan, tetapi kepada negara mana seharusnya mereka membayar pajak tersebut. Menurut Apple, mereka telah memenuhi kewajiban pajak di Amerika Serikat sesuai dengan aturan pajak internasional.
Akhir dari Perselisihan Hukum
Keputusan ini menandai berakhirnya sengketa hukum panjang antara Apple, Irlandia, dan Komisi Eropa yang dimulai pada 2016. Pada 2020, pengadilan yang lebih rendah sempat membatalkan keputusan Komisi Eropa, tetapi sekarang pengadilan yang lebih tinggi memutuskan bahwa Irlandia memang telah memberikan keuntungan pajak yang tidak adil kepada Apple.
Selain Apple, Google juga mendapat perintah dari pengadilan Eropa untuk membayar denda sebesar 2,4 miliar euro atau sekitar Rp 40,83 triliun. Google dinyatakan bersalah karena menyalahgunakan dominasinya dalam layanan perbandingan harga. Walaupun Google telah melakukan penyesuaian sejak 2017 untuk mematuhi aturan, pengadilan tetap memutuskan bahwa denda tersebut harus dibayarkan.
Warren Buffett Lepas Saham Apple, Lirik Saham Lain
Investor legendaris Warren Buffett sebelumnya mengungkapkan penjualan signifikan saham melalui Berkshire Hathaway Inc. (NYSE:BRK) pada kuartal kedua, termasuk pengurangan besar dalam kepemilikannya di Apple Inc. (NASDAQ:AAPL). Berdasarkan pengajuan terbaru ke Komisi Sekuritas dan Bursa AS, Berkshire Hathaway menjual lebih dari 389 juta saham Apple selama kuartal kedua, meskipun masih memegang 400 juta saham perusahaan teknologi tersebut.
Selain Apple, Berkshire Hathaway juga mengurangi investasinya di Bank of America Corp (NYSE:BAC), Chevron Corporation (NYSE:CVX), Capital One Financial Corp. (NYSE:COF), Floor & Decor Holdings Inc. (NYSE:FND), T-Mobile US, Inc. (NASDAQ:TMUS), dan Louisiana-Pacific Corporation (NYSE:LPX). Di sisi lain, perusahaan menambah kepemilikannya di Chubb Limited (NYSE:CB) menjadi 27.033.784 saham dan Occidental Petroleum Corporation (NYSE:OXY) menjadi 255.281.524 saham.
Menurut laporan Yahoo Finance, Sabtu (17/8/2024), Berkshire Hathaway juga melakukan investasi baru yang lebih kecil, termasuk di produsen suku cadang kedirgantaraan Heico Corp (NYSE:HEI) sebanyak 1.044.242 saham, serta perusahaan ritel kosmetik Ulta Beauty Inc. (NASDAQ:ULTA) dengan 690.106 saham.
Langkah Investasi Warren Buffett
Keputusan investasi Buffett selalu menjadi sorotan karena rekam jejaknya yang luar biasa di dunia investasi. Langkah terbaru ini dilakukan di tengah kenaikan saham Berkshire Hathaway lebih dari 20% sepanjang tahun ini. Pada awal Agustus, keputusan Buffett untuk menjual hampir separuh saham Apple yang dimiliki Berkshire dianggap oleh Elon Musk sebagai tanda koreksi pasar yang akan datang.
Volatilitas pasar global juga memengaruhi portofolio investasi Buffett. Meski sempat mengalami kerugian besar, investasi Berkshire sebesar USD 20 miliar di perusahaan perdagangan besar Jepang akhirnya berhasil memulihkan sebagian besar kerugian tersebut. Meskipun pasar global terguncang oleh kenaikan suku bunga Jepang, dampaknya pada investasi Buffett relatif terbatas.
Penjualan saham oleh Warren Buffett baru-baru ini juga berkontribusi terhadap peningkatan cadangan kas Berkshire hingga mencapai rekor tertinggi sebesar USD 277 miliar. Peningkatan ini terjadi meskipun laba bersih perusahaan pada kuartal kedua mengalami penurunan sebesar 15,5% dibandingkan tahun lalu, terutama karena penurunan keuntungan investasi di tengah kondisi pasar yang tidak stabil.
Komentar Anda