Bank Indonesia (BI) telah mengumumkan bahwa mulai tanggal 1 Juli 2023, mereka akan menerapkan biaya penggunaan QRIS sebesar 0,3 persen kepada pedagang. Dalam pengumuman ini, Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono, menjelaskan bahwa sebelum pandemi, MDR QRIS sebenarnya telah ditetapkan sebesar 0,7 persen. Namun, selama pandemi, pemerintah dan BI memutuskan untuk tidak mengenakan biaya MDR QRIS, terutama bagi usaha ultramikro (UMi) dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dicky mengungkapkan bahwa selama pandemi, pemberian layanan QRIS secara gratis dilakukan untuk mendukung keberlangsungan transaksi masyarakat dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah krisis. Meskipun ada penyesuaian tarif sebesar 0,3 persen, ini masih lebih rendah dibandingkan dengan tarif sebelum pandemi dan dibandingkan dengan yang ditetapkan di tempat lain. BI berpendapat bahwa kebijakan ini perlu diambil untuk memberikan dukungan positif, terutama kepada UMi, yang memiliki andil besar dalam ekonomi.
Dicky menegaskan bahwa penetapan tarif 0,3 persen telah melalui evaluasi yang matang, dengan mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi. Tarif ini dimaksudkan untuk mengkompensasi berbagai investasi dan biaya operasional yang terlibat dalam pengembangan sistem transaksi QRIS, termasuk penyedia jasa pembayaran, lembaga switching, lembaga servis, Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia, dan Penyelesaian Transaksi Elektronik Nasional.
BI berharap bahwa dengan pengenakan biaya ini, layanan QRIS akan terus berkembang dan meningkat dalam hal kecepatan, kemudahan, biaya, keamanan, dan kehandalan. Tujuannya adalah untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada pengguna dan pedagang di masa mendatang.
Selain itu, data menunjukkan bahwa volume transaksi QRIS pada Mei 2023 mencapai 184,3 juta transaksi, sementara dari Januari hingga Mei 2023, telah terjadi 744 juta transaksi dengan nilai total sebesar Rp 18,1 triliun. Jumlah penyedia jasa pembayaran mencapai 97, terdiri dari 63 bank dan 34 entitas non-bank.
Komentar Anda