Guru Besar Hukum Politik Perpajakan dari Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA), Edi Slamet Irianto, menilai bahwa setelah 40 tahun reformasi perpajakan, telah mencapai titik jenuh. Reformasi perpajakan yang dimulai sejak tahun 1983 ini belum berhasil mencapai rasio pajak yang sesuai dengan potensi fiskal negara dan kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, Edi Slamet Irianto menganggap tahun 2023 sebagai momentum bagi negara untuk melakukan transformasi perpajakan Indonesia demi kesejahteraan rakyat.
Menurutnya, transformasi perpajakan bukan hanya tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau Kementerian Keuangan (Kemenkeu), melainkan melibatkan berbagai aspek seperti kelembagaan, kebijakan, dan administrasi perpajakan. Ini merupakan respons terhadap kurangnya hasil dari reformasi perpajakan yang sudah berlangsung selama 40 tahun, yang belum mencapai rasio pajak yang sesuai dengan potensi fiskal negara dan kebutuhan APBN. Edi menyatakan bahwa negara perlu segera mewujudkan kesejahteraan rakyat tanpa harus bergantung pada utang.
Dalam konteks saat ini, rasio pajak Indonesia berada pada level 10,41 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang merupakan salah satu yang terendah di antara negara-negara ASEAN dan G20. Sebagai perbandingan, beberapa negara ASEAN seperti Vietnam, Kamboja, Thailand, Singapura, dan Malaysia memiliki rasio pajak yang jauh lebih tinggi. Di antara negara G20, seperti Amerika Serikat, Denmark, Prancis, dan Finlandia, rasio pajak mereka mencapai level yang jauh lebih tinggi.
Edi juga mencatat bahwa Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan, dengan pertumbuhan lebih dari 5 persen pada tahun 2023, menjadi salah satu pertumbuhan tertinggi di antara negara anggota G20, kedua setelah Republik Rakyat Tiongkok (RTT).
Ia berpendapat bahwa reformasi perpajakan selama 40 tahun ini sebagian besar hanya melakukan perbaikan yang bersifat sektoral, bukan reformasi yang mendasar sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi. Oleh karena itu, ia optimistis bahwa badan otoritas penerimaan perpajakan/negara akan menempatkan institusi ini dalam posisi yang lebih strategis, sehingga pengawasan dapat lebih mudah dilakukan oleh presiden dan rakyat.
Komentar Anda