Contact Whatsapp085210254902

Penjelasan Mengenai Pajak atas Natura dan Kenikmatan untuk Pegawai Tingkat Atas di Indonesia

Ditulis oleh Administrator pada Senin, 10 Juli 2023 | Dilihat 753kali
Penjelasan Mengenai Pajak atas Natura dan Kenikmatan untuk Pegawai Tingkat Atas di Indonesia

Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama telah mengonfirmasi bahwa pengenaan pajak terhadap barang atau kenikmatan (natura) tidak akan mempengaruhi penghasilan yang diterima oleh karyawan biasa. Ia menegaskan bahwa pajak atas barang atau kenikmatan, sebagaimana yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023, ditujukan kepada pegawai tingkat atas, eksekutif, atau Chief Executive Officer (CEO) dalam suatu perusahaan.

Hestu Yoga Saksama menjelaskan bahwa dalam lampiran PMK Nomor 66 Tahun 2023 telah diuraikan 11 jenis barang atau kenikmatan yang tidak termasuk dalam objek Pajak Penghasilan (PPh), bersama dengan batas nilai tertentu. Misalnya, makanan dan minuman yang disediakan untuk semua karyawan di tempat kerja tanpa batasan nilai, sementara kupon makanan untuk karyawan yang melakukan dinas luar (termasuk penggantian biaya makan/minum) dibatasi maksimal Rp 2 juta per bulan atau sesuai dengan yang disediakan di tempat kerja (yang lebih tinggi). Begitu juga dengan hadiah hari raya keagamaan seperti Idulfitri, Natal, Nyepi, Waisak, dan Tahun Baru Imlek, yang tidak memiliki batasan nilai, sedangkan hadiah-hadiah selain dari hari raya keagamaan ini memiliki batasan maksimal Rp 3 juta per tahun. Fasilitas tempat tinggal yang bersifat komunal, seperti asrama, tidak memiliki batasan nilai, sementara fasilitas nonkomunal seperti apartemen atau rumah sewa memiliki batasan maksimal Rp 2 juta per bulan, dan lain sebagainya.

Hestu menekankan bahwa batasan nilai barang atau kenikmatan yang tidak dikenakan pajak ini ditetapkan berdasarkan prinsip keadilan sehingga dapat dinikmati oleh sebagian besar karyawan. Sebagai contoh, dalam hal fasilitas tempat tinggal berbentuk apartemen, batasannya adalah bahwa nilai total fasilitas yang diterima oleh seorang karyawan tidak boleh melebihi Rp 2 juta dalam satu bulan. Jika seorang eksekutif dalam sebuah perusahaan diberikan fasilitas apartemen yang disewa seharga Rp 50 juta per bulan, maka pendapatan barang atau kenikmatan yang diterimanya akan menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 48 juta. Dengan peraturan ini, maka Rp 48 juta akan dikenakan pajak. Hal ini dapat berdampak pada penghasilan bersih yang diterima.

Dirjen Pajak Suryo Utomo juga menyatakan pendapat yang serupa. Ia menegaskan bahwa penerapan pajak atas barang atau kenikmatan ini lebih berfokus pada jenis barang atau kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan, bukan hanya berdasarkan jabatan mereka.

Suryo menjelaskan bahwa batasan nilai tersebut telah dipertimbangkan berdasarkan indeks harga beli (purchasing power parity) OECD, survei biaya hidup standar dari Badan Pusat Statistik (BPS), standar biaya masukan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), indeks pengembangan olahraga dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), serta perbandingan dengan beberapa negara sebagai acuan.

Share this:

Komentar Anda

Jadilah yang pertama dalam memberi komentar pada berita / artikel ini
Silahkan Login atau Daftar untuk mengirim komentar
Disclaimer

Member Menu

Tentang Kami

Director of  Rahayu & Partner  (A brand of CV. Rahayu Damanik Consulting, Indonesia) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Welcome to  Rahayu & Partner , the ... Lihat selengkapnya
  • Alamat Kami:
    Cibinong
  • 085210254902 (Telkomsel ) 087874236215 (XL)
  • konsultanpajakrahayu1@gmail.com
Developed by Naevaweb.com