"Pergeseran Keuntungan" dan Implikasi Pajaknya. Pergeseran keuntungan merujuk pada tindakan perusahaan multinasional untuk memindahkan laba atau keuntungan mereka ke negara atau yurisdiksi dengan struktur pajak rendah atau bahkan bebas pajak, yang sering disebut sebagai yurisdiksi dengan pajak rendah atau tax haven. Hal ini sering kali mengurangi basis pajak dan mengakibatkan kehilangan pendapatan pajak bagi banyak negara atau yurisdiksi, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, pergeseran keuntungan menjadi isu global dalam perpajakan yang banyak negara berupaya untuk meminimalkan dan mencegah.
Praktik pergeseran keuntungan dapat dijelaskan dengan contoh berikut: Sebuah perusahaan multinasional mendirikan anak perusahaan di sebuah negara berkembang yang memiliki biaya tenaga kerja murah dan pasar serta bahan baku yang tersedia. Seharusnya, anak perusahaan ini mencatat laba usaha yang tinggi karena produknya banyak dibeli oleh perusahaan saudara di luar negeri dan biaya operasionalnya rendah. Ini seharusnya menghasilkan pembayaran pajak yang sesuai dengan laba yang diperoleh.
Namun, kenyataannya seringkali berbeda. Laba usaha seringkali dipindahkan ke perusahaan saudara yang berada di yurisdiksi dengan pajak rendah, yang menawarkan tarif pajak yang lebih rendah dan seringkali merahasiakan informasi perpajakan. Ini disebut sebagai pergeseran keuntungan offshore dan merupakan salah satu bentuk penghindaran pajak.
Pergeseran keuntungan dapat terjadi di dalam satu yurisdiksi, disebut pergeseran keuntungan domestik. Misalnya, pengalihan pendapatan dari perusahaan yang menguntungkan ke perusahaan yang memiliki kerugian atau fasilitas perpajakan untuk menghindari pembayaran pajak. Ini disebut pergeseran keuntungan domestik.
Untuk mengatasi praktik pergeseran keuntungan ini, kerja sama internasional diperlukan. Negara dan yurisdiksi di seluruh dunia, termasuk Indonesia, dapat melakukan perjanjian perpajakan bilateral, seperti perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B atau tax treaty). Saat ini, Indonesia telah memiliki 71 P3B dengan berbagai negara atau yurisdiksi mitra perjanjian.
P3B ini adalah perjanjian pajak antara dua negara yang mengatur bagaimana hak pemajakan atas penghasilan penduduk dari kedua negara tersebut dibagi. Tujuannya adalah untuk menghindari pengenaan pajak ganda dan untuk mendorong investasi asing ke dalam negeri. Penduduk dalam konteks ini adalah Wajib Pajak dalam negeri dari negara mitra perjanjian.
Selain itu, perkembangan bisnis digital seperti e-commerce yang dipengaruhi oleh teknologi, informasi, dan komunikasi telah mengubah cara bisnis dilakukan secara global. Untuk mengatasi masalah perpajakan yang muncul dari bisnis digital, kerja sama multilateral antara negara dan yurisdiksi di seluruh dunia, termasuk Indonesia, sangat penting. Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD) telah membentuk kerangka inklusif untuk mengatasi pergeseran keuntungan agar basis pajak negara-negara anggota dapat dilindungi. Kerangka ini melibatkan 143 negara atau yurisdiksi dan bertujuan untuk mengembangkan rencana aksi untuk mencegah pergeseran keuntungan.
Komentar Anda