ASPEK YURIDIS TERKAIT PROPERTY
Jika pembaca memperhatikan pergerakan bisnis property selama ini, pre project selling-penjualan proyek pembangunan property dimulai sampai nampaknya telah menjadi model transaksi penjualan di Indonesia, namun para pelaku sering melupakan kosekuensi yuridis yang terkandung di dalam pelaksanaannya, untuk mencegah hal tersebut ada poin yang perlu diperhatikan dalam pre project selling ini.
Yang ke-1, dalam hal pemasaran dan penjualan, sebaiknya developer tidak melakukan pemasaran dan penjualan property sebelum izin lokasi atau Surat izin peruntukan penggunaan tanah (SIPPT) dimiliki dan sebelum tanah dibebaskan. Jika tidak maka kegiatan pemasaran ini dapat dikategorikan tindak pidana penipuan karena dianggap memasarkan sesuatu yang belum menjadi hak nya.
Ke-2,terkait dengan pembuatan surat perjanjian pengikatan jual beli (PPJB)transaki pemesanan pada pre project selling biasanya dilakukan pada saat launching atau pameran, dan di saat itu konsumen langsung bayar booking fee nya. Pemesanan tersebut biasanya dilakukan dengan kosekuensi hukum, yaitu dalam waktu tertentu (14 hari) jika tidak membayar uang muka 20-30% dari harga jual maka booking fee tersebut hangus dan tidak dapat dikembalikan, sebaiknya bahasa yang digunakan dalam surat pemesanan booking fee letter harus jelas dan tegas agar tidak menimbulkan intrepretasi ganda yang akan membuat perselisihan di kemudian hari.
Isi PPJB antara lain:
a.Harga jual dan biaya2 lain ditanggung konsumen
b.tanggal serah terima fisik yang tidak boleh melebihi 18 bulan sejak pembayaran pertama.
c.Denda keterlambatan apabila pengembang terlambat melakukan serah terima fisik kepada konsumen
d.Spesifikasi bagunan dan lokasi
e.Hak pengembang untuk membatalkan PPJB apabila konsumen lalai.
f. Hak konsumen untuk membatalkan perjanjian, apabila pengembang lalai akan kewajiban dengan pembayaran kembali seluruh uang yangbtelah disetor konsumen berikut denda-dendanya sebagaimana pengembang membatalkan perjanjian apabila konsumen lalai melaksanakan kewajiban.
g.Terminasi, meliputi kondisi cara dan kosekuensi.
h.Penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) harus ada kepastian tanggal dan denda apabila tanggal keterlambatan serah terima fisik yang didenda.
i.Masa pemeliharaan 100 hari sejak serah terima.
j. Persentase batas toleransi selisih luas/ukuran kurang lebih 15% artinya tidak ada salingmenuntut pembayaran antara pengembang dengan pembeli jika luas atau ukuran unit kurang atau lebih sebagai contoh ukuran unit satuan rumah susun.
k.Force majure, dalam kondisi bagaimana dapat dikatakan terjadi force majeure dan apa kosekuensinya, secara hukum tidak ada pihak yang dituntut akibat adanya force majeure termasuk pengembang tidak wajib mengembalikan uang dari pihak pembeli.
l.Pengalihan
m.Addendum.
Nah Point ke -3 yang perlu kita perhatikan adalah kosekuensi terkait serah terima fisik property tersebut. Dalam praktik tidak semua pembeli ingin secepatnya melaksanakan kegiatan serah terima. Maka seluruh hak dan kewajiban sampai termasuk servise charge dan pajak beralih ke developer, hal ini sering terjadi pada konsumen condominium (berasal dari bahasa perancis yang artinya kepemilikan bersama), apartement dan srata title (berasal dari amerika yang artinya kepemilikan yang bertingkat). Ketiga istilah tersebuttidak dikenal dalam pearutan hukum di Indonesia melainkan sering kita dengar istilah Rumah susun.
Oleh karena itu untuk mengantisipasi sebaiknya dalam perjanjian pengikatan jual beli diatur klausul serah terima yang menyatakan bahwa, apabila pembeli tidak atau belum menandatangani berita acara serah terima setelah diberitahu secara tertulis sebanyak 3 kali ber turut-turut pembeli dianggap telah menerima berita acara serah terima tersebut, dengan kata lain hak dan kewajiban atas penguasaan unit sarusun itu dianggap telah beralih kepada pembeli.
Draf berita acara serah terima fisik harus memuat hal-hal yang menegaskan pengalihan fisik dan tanggung jawab termasuk beban terhadap biaya-biaya yang timul atas pengalihan property tersebut .berita acara serah terima dibuat dengan bahasa yang jelas dan tegas guna menghindari penafsiran ganda yang dapat menimbulkan perselisihan.
Point ke -4 terakhir, hehe…
Setelah dilakukan serah terima secara fisik dan pengembang telah menerima uang penjualan secara penuh, maka proses penyerahan dapat dilanjutkan dengan penandatangan AJB di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang.
Komentar Anda